Minggu, 19 Juni 2011

wAteRbirtH



Tampaknya di abad 21 ini rasa sakit saat melahirkan yang dianggap merupakan kodrat wanita sudah dapat ‘diakali’. Para calon ibu kini dapat memilih proses melahirkan di dalam air yang dapat mengurangi –bahkan menurut sebagian ibu- menghilangkan rasa sakit! Anak yang dilahirkan sehat, si ibu juga segar. Jadi, ingin punya berapa anak, ibu-ibu?

Diawali dari kekhawatiran akan rasa sakit saat melahirkan normal, pada tahun 2002 Liz Adianti –seorang ibu yang kini dicatat sebagai orang pertama di Indonesia yang melahirkan di air- mencari informasi hal apa yang dapat mengurangi rasa sakit tersebut. Akhirnya ia mendengar mengenai proses melahirkan di air atau waterbirth ini. Liz dan suami pun segera mencari tahu seperti apa prosesnya dari internet dan mendapat banyak referensi termasuk penjelasan ilmiah seorang dokter di Moskow melalui klip video mengenai melahirkan di air. Dari referensi-referensi tersebut mereka mengetahui bahwa cara ini telah cukup lama dipraktekkan di luar negeri seperti Eropa, dan terutama Rusia. Mereka mendapati bahwa lebih banyak manfaat yang bisa diperoleh dengan melahirkan di air dari pada resikonya.

Mereka pun berkonsultasi mengenai ide melahirkan di air ini saat menemui dokter kandungan langganan mereka dr. T. Otamar Samsudin, SpOG (Spesialis Obstetri dan Ginekologi). Ide ini rupanya ditanggapi positif oleh sang dokter. Beliau bersedia membantu, meski karena proses partus ini termasuk sesuatu yang baru pada saat itu, maka rumah sakit di Indonesia belum ada yang berani melakukannya. Akhirnya anak pertama Ibu Liz tetap lahir dengan cara biasa, dan baru 4 tahun kemudian tepatnya 4 Oktober 2006, keinginan ibu berusia 32 tahun ini dapat terlaksana.

Proses Melahirkan
Saat itu Ibu Liz melahirkan anak ke duanya di air. Proses melahirkannya cukup sederhana, dilakukan di dalam sebuah bak berdiameter 2 m, berisi air hangat bersuhu 36-37 *C atau kurang lebih sama dengan suhu di dalam rahim. Kolam tersebut sepertinya hanyalah kolam sederhana terbuat dari plastik seperti kolam renang anak-anak yang empuk dan nyaman. Pada pembukaan ke lima atau ke enam, si ibu masuk ke dalam kolam. Proses dari masuk ke kolam sampai dengan melahirkan memakan waktu kira-kira 1,5 – 2 jam.

Saat itu Ibu Liz tetap merasa mulas dan mengejan seperti layaknya proses melahirkan biasa, namun karena airnya hangat rasa mulas terobati dan saat melahirkan tidak terlalu sakit. Setelah itu, si ibu kembali ke tempat tidur dan diperiksa kalau-kalau ada kerobekan. Proses ini juga melibatkan dokter anak yang memeriksa kondisi si bayi begitu dilahirkan.

Kekhawatiran para calon ibu akan keamanan si bayi saat dilahirkan rasanya tidak perlu mengingat teori di balik melahirkan di air adalah bayi berada di dalam cairan amniotik yang nyaman di rahim selama 9 bulan dan melahirkan dalam lingkungan yang kurang lebih sama dengan di rahim membuat bayi nyaman seolah-olah masih di habitatnya, dan barulah ia menangis saat dikeluarkan dari kolam hangat tersebut.

Dr. Otamar menambahkan, “Pada prinsipnya melahirkan di air sama saja dengan melahirkan normal, yang membedakan hanya medianya.” Malah proses melahirkan di air lebih cepat dibanding melahirkan normal, hanya memakan waktu kurang lebih 1,5 sampai 2 jam. Manfaat lainnya, suhu air yang hangat membuat sirkulasi pembuluh darah lebih baik sehingga kontraksi lebih mudah dan mulut rahim menjadi lembek dan mudah dibuka. Bahkan untuk beberapa kasus, mulut rahim tidak perlu dijahit lagi karena tidak robek.

Resiko & Prasyarat
Mengenai resiko, dokter yang juga berpraktek di beberapa rumah sakit ibu kota ini mengatakan, “melahirkan di air resikonya hampir sama dengan melahirkan normal tetapi ada batasan-batasan dan pertimbangan medis seperti panggul tidak cukup besar, bayi lahir sungsang atau melintang, ibu yang sedang dalam perawatan medis, penyakit herpes dan lain-lain.” Mengenai faktor herpes, ternyata kuman herpes tidak mati di dalam air dan penularan dapat terjadi melalui mata lewat selaput lendir dan tenggorokan bayi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar